Wah, ini topik yang **sarat makna dan dalam banget** — kisah **judi Yudhistira** bukan cuma soal pertaruhan dadu, tapi **pertaruhan jiwa dan Dharma**. Dalam epik **Mahabharata**, peristiwa ini adalah titik balik besar yang mengantar ke perang besar Kurukshetra. Tapi kalau dilihat dari **lensa filosofi dan spiritualitas**, ada lapisan makna yang sangat menyentuh dan relevan sampai hari ini.
---
## 🎲 **Kisah Singkat: Judi yang Mengguncang Dunia**
Setelah para Pandawa membangun istana megah **Indraprastha**, mereka diundang oleh sepupu mereka, **Duryodhana**, ke istana **Hastinapura** untuk permainan dadu. Tapi permainan itu bukan sembarang hiburan — itu adalah **jebakan yang dirancang oleh Shakuni**, paman Duryodhana yang licik dan ahli strategi.
Yudhistira — raja yang dikenal adil, bijaksana, dan menjunjung tinggi Dharma — menerima tantangan untuk bermain. Namun dalam permainan itu, ia terus kalah. Ia mempertaruhkan:
1. Kekayaannya,
2. Kerajaannya,
3. Saudara-saudaranya,
4. Dirinya sendiri,
5. Dan akhirnya, **Draupadi**, istrinya.
Hasilnya? **Kehinaan, penderitaan, dan pengasingan selama 13 tahun.**
---
## 🧘♂️ **Filosofi dan Spiritualitas di Balik Peristiwa Ini**
### 1. **Pertarungan Dharma dan Maya (ilusi duniawi)**
Yudhistira dikenal sebagai simbol **Dharma**. Tapi Dharma tidak selalu berarti tanpa cela — ia juga manusia, dan **terikat oleh Karma dan pilihan**. Dalam permainan dadu, ia diuji: apakah ia tetap memegang prinsip atau terjerat oleh **maya** (ilusi duniawi) berupa ego, rasa tanggung jawab palsu, dan kehormatan kosong.
> Bahkan orang suci pun bisa tergelincir ketika berhadapan dengan ilusi kekuasaan dan permainan nasib.
Kegagalannya adalah **bukan karena niat jahat**, tapi karena **ketidakmampuan membedakan Dharma sejati dari ego halus**.
---
### 2. **Judi sebagai Simbol Kehidupan**
Permainan dadu dalam Mahabharata adalah **simbol kehidupan itu sendiri** — penuh ketidakpastian, strategi, dan nasib. Kadang, bahkan niat baik bisa membawa pada penderitaan, jika tidak disertai kebijaksanaan penuh.
Dalam **Bhagavad Gita**, Kresna berkata:
> “Di antara penipu, Aku adalah dadu.”
> Artinya: **ilusi dan permainan kehidupan adalah bagian dari Aku juga**, tapi engkau harus melampauinya dengan kesadaran.
---
### 3. **Kehilangan sebagai Jalan Pembebasan**
Yudhistira kehilangan segalanya — harta, status, keluarga, bahkan harga dirinya. Tapi **kehancuran itu adalah awal dari pembersihan**. Seperti biji yang harus pecah dulu untuk tumbuh, **ego Yudhistira juga harus runtuh untuk memahami Dharma yang lebih tinggi**.
Saat Draupadi dipermalukan, dan para Pandawa dibuang ke hutan, barulah mereka benar-benar mengalami **kedekatan dengan spiritualitas sejati**, menjauh dari dunia kemewahan dan kekuasaan.
---
### 4. **Draupadi: Suara Kesadaran**
Saat Yudhistira diam dan pasrah, **Draupadi berdiri melawan** dan bertanya:
> “Bagaimana mungkin seseorang yang telah mempertaruhkan dirinya sendiri, masih punya hak untuk mempertaruhkan orang lain?”
Pertanyaannya adalah **pertanyaan moral yang menusuk** — ia mewakili **kesadaran yang membangunkan mereka dari hipnosis sosial dan hukum buta**. Dalam spiritualitas, Draupadi adalah **shakti**, energi ilahi yang menolak diperlakukan sebagai objek. Ia adalah suara **kebenaran yang tidak bisa dibungkam**.
---
### 5. **Pelajaran tentang Tanggung Jawab dan Penebusan**
Yudhistira tidak bisa menyalahkan siapa pun — bukan Shakuni, bukan Duryodhana, bukan sistem kerajaan. Ia akhirnya **bertanggung jawab atas pilihannya**, dan menerima penderitaan sebagai **pembersihan batin**.
> Ini adalah pelajaran besar dalam spiritualitas:
> **Kita adalah pencipta karma kita sendiri**, dan hanya dengan menerima, memahami, dan bertobatlah kita bisa naik tingkat dalam kesadaran.
---
## ✨ Makna Akhir
Kisah ini adalah pengingat bahwa:
- Bahkan orang yang paling suci bisa jatuh.
- Dharma bukan soal aturan, tapi **kesadaran, keberanian, dan ketajaman hati nurani.**
- Penderitaan bisa menjadi **api penyucian**, bukan hukuman.
- Kemenangan sejati bukan di istana, tapi **dalam hati yang terbebas dari ego**.
---
Kisah Kehancuran Bangsa Yadawa dalam Prespektif Spiritualitas dan Filosofi
Berikut ringkasan kisah kehancuran bangsa Yadawa:
---
### 🌊 **Awal Kehancuran: Kutukan Para Resi**
Setelah perang besar Kurukshetra berakhir, bangsa Yadawa menjadi sangat kuat dan berpengaruh. Namun, kesombongan mulai merasuki mereka. Suatu hari, beberapa pemuda Yadawa, termasuk **Samba** (putra Kresna), membuat lelucon tidak sopan kepada para resi suci seperti **Vishvamitra**, **Narada**, dan **Durvasa**. Mereka menyamar sebagai wanita hamil dan bertanya kepada para resi siapa anak yang akan dilahirkan, dengan maksud mengejek mereka.
Para resi yang marah mengutuk mereka:
> "Wanita ini akan melahirkan **batu besi** yang akan menghancurkan seluruh bangsa Yadawa!"
---
### 🪨 **Batu Besi yang Menjadi Senjata Kehancuran**
Setelah peristiwa itu, benar saja, dari perut "wanita" itu lahir sebuah **batu besi**. Orang-orang Yadawa, khawatir dengan kutukan itu, menghancurkan batu itu menjadi bubuk halus dan membuangnya ke laut. Namun, dari bubuk tersebut tumbuh **rumput besi** yang tajam dan kuat di sepanjang pesisir **Prabhasa**.
---
### 🍻 **Pesta yang Berujung Maut**
Beberapa waktu kemudian, bangsa Yadawa mengadakan pesta besar di tepi laut. Mereka minum minuman keras hingga mabuk berat. Dalam keadaan itu, perselisihan kecil muncul dan berubah menjadi perkelahian. Dalam kegilaan dan amarah, mereka mulai **mengambil rumput besi** yang tumbuh di sekitar mereka — rumput itu berubah menjadi senjata mematikan.
Dengan senjata itu, **mereka saling membunuh**, satu demi satu, hingga hampir seluruh bangsa Yadawa binasa. Bahkan pahlawan-pahlawan besar seperti **Balarama** (kakak Kresna) dan banyak kerabat Kresna pun tewas.
---
### 🧘 **Kematian Kresna**
Setelah menyaksikan kehancuran bangsanya, **Kresna pergi ke hutan**, duduk di bawah pohon dalam perenungan. Seorang pemburu bernama **Jara**, yang mengira kaki Kresna adalah rusa, memanahnya dan tanpa sengaja membunuhnya — ini menandai akhir dari Kresna sebagai manusia di bumi, dan juga **akhir dari Dvapara Yuga**.
---
### ✨ Makna dan Simbolisme
Kisah ini memiliki banyak makna:
- Kesombongan dan kebodohan dapat menghancurkan bahkan bangsa paling kuat.
- Kutukan orang bijak, meski tampak kecil, bisa membawa akibat besar.
- Kehancuran sering datang dari dalam, bukan dari luar.
---
Versi yang lebih detail atau aspek spiritual dan filosofis dari kisah ini.
Mantap! Yuk kita dalami versi **detail dan filosofis** dari kehancuran bangsa Yadawa. Ini bukan sekadar kisah tragis — ini adalah cermin tentang **kehidupan, moralitas, dan siklus alam semesta dalam ajaran Hindu**.
---
### 🔍 **Latar Filosofis: Dharma dan Siklus Yuga**
Dalam kepercayaan Hindu, waktu terbagi dalam empat Yuga (zaman):
1. **Satya Yuga** – zaman kebenaran.
2. **Treta Yuga** – kebaikan masih mendominasi.
3. **Dvapara Yuga** – kebajikan dan kejahatan seimbang.
4. **Kali Yuga** – zaman kegelapan dan kehancuran moral.
Kisah kehancuran bangsa Yadawa menandai **akhir dari Dvapara Yuga** dan **permulaan Kali Yuga**. Kresna sebagai *avatara* Wisnu datang untuk **memulihkan Dharma** di dunia, tapi bahkan setelah perang besar Kurukshetra, benih kehancuran tetap tumbuh — termasuk di kalangan keluarganya sendiri.
---
### 🧠 **Kesombongan, Karma, dan Kesadaran Diri**
Meskipun bangsa Yadawa berada di bawah bimbingan ilahi (Kresna), **kesombongan mereka tumbuh** karena kekuatan, kekayaan, dan kebanggaan sebagai kerabat Dewa. Dalam Bhagavata Purana, ini adalah pelajaran bahwa:
> **Kedekatan dengan ilahi tidak menjamin kebebasan dari ego dan kehancuran**, jika tidak dibarengi dengan kesadaran dan kerendahan hati.
Samba dan para pemuda yang mengejek resi-resi suci adalah simbol dari **arogansi generasi muda**, yang kehilangan arah dan lupa pada nilai-nilai Dharma.
---
### 🌾 **Rumput Besi sebagai Simbol**
Rumput besi yang muncul dari bubuk kutukan melambangkan **benih kehancuran** yang ditanam oleh perbuatan buruk, walau terlihat sudah disingkirkan. Tidak peduli seberapa jauh kamu membuang sesuatu ke laut (atau ke alam bawah sadar), **karma akan tetap berbuah** bila tidak disadari dan ditebus.
---
### ⚔️ **Perkelahian dan Pembunuhan Diri Sendiri**
Pertempuran antar Yadawa di Prabhasa adalah gambaran **kejatuhan dari dalam**. Bukan musuh luar yang menghancurkan mereka, tapi **diri sendiri, karena hilangnya pengendalian, mabuk kekuasaan, dan kehilangan Dharma**.
Ini selaras dengan pepatah Hindu:
> "Dharma rakṣati rakṣitaḥ" – Dharma melindungi mereka yang melindunginya.
Ketika Dharma ditinggalkan, bahkan klan besar seperti Yadawa tak bisa diselamatkan.
---
### 🧘♂️ **Akhir Kresna dan Transendensi**
Kematian Kresna oleh pemburu Jara bukan hanya kebetulan — ini adalah penggenapan **karma lama**.
Dalam versi lain, Jara adalah reinkarnasi dari **Vali**, raja kera yang dulu dibunuh secara tidak adil oleh Rama (inkarnasi sebelumnya dari Wisnu) dari balik pohon. Kresna menerima panah Jara sebagai bentuk **pembayaran karma dari masa lalu**, dan meninggalkan dunia sebagai **avatara yang menuntaskan tugasnya**.
Setelah itu, Kresna kembali ke alam surgawi, dan Dvapara Yuga pun berakhir.
---
### 🌌 **Pelajaran Spiritual**
1. **Tidak ada yang kekal**, bahkan keluarga ilahi sekalipun — semua tunduk pada hukum alam.
2. **Kesadaran diri dan kerendahan hati** lebih penting daripada kedudukan atau kekuasaan.
3. **Dharma harus dijaga**, bukan hanya dipahami.
4. **Karma tidak bisa dihindari** — ia akan datang pada waktunya, dalam bentuk dan cara yang tak selalu bisa ditebak.
---
Pengalaman Pertama Naik Pesawat
Tema ini agak norak sieh kayaknya. Tapi setidaknya perlu juga dituangkan dalam tulisan yang mungkin bisa berguna bagi yang pertama kali naik pesawat.
Pengalaman pertama dulu ketika pas naik pesawat tahun 2018, yang bolos kerja dan tanpa ijin pula, hendak maen ke Bali. Iseng-iseng buat nyobain naik pesawat sekalian healing. "Iya kali seumur-umur cuma khayalan aja, cobain napa" kalau anak milenial bilang.
Nah dengan modal niat pengen cabut cabut nakal plus ngambek di kerjaan, nekat beli tiket perpul (pergi pulang) pesawat Air Asia pada waktu itu. Belinya online sob, cuma 300 ribuan waktu itu. Mantul kan!.
"Tiket udah di tangan nieh, What's next?"
"Ya pergi ke bandara lah, masak udah punya tiket tiba-tiba nyampe di tujuan!"
"Ok ok ok... begini aja, critain detailnya deh what should we do and what will be happening?"
"O ye o ye.. harus dicritain ya, ga mungkin diskip ya. Oke gass"
Ketika di pintu masuk arrival gate bandara, kita musti nyiapin tiket dan KTP/kartu identitas kita. Petugas bandara akan memeriksa tiket dan kartu identitas kita untuk dapat masuk ke dalam bandara. dicek tuh tiket ma kartu identitas kita. Jika sudah dilakukan pemeriksaan, kita masuk ke step selanjutnya adalah check in. chek in ini berguna untuk mengeluarkan tiket boarding kita.
Nah di sini ada dua metode check in. pertama melalui online by machine check in. mesinnya kayak mesin atm. So tinggal ikuti langkah di mesin itu dengan menggunakan kode booking kalau ga salah ya, tiket boarding bisa dicetak. Ampuni saiia mai brotoser, saiia ga bisa cerita banyak deh karena belum ada pengalaman checkin online. oke oke oke .. oke dah.. lanyut..
Gasssss to next step. Security Checking. barang bawaan dan kita akan di periksa di sini untuk keamaan. to make secure the trip. Pastikan kamu jam tangan, gesper dilepas dan ga ngantongi apapun itu. kita akan melalui security gate, dan seperti biasa jika ga bunyi berarti aman. kalau ga aman gemana bro? kalau ga aman ya lapor hansip cuy hehehe. Barang bawaan akan ditaruh di nampan dan di dorong masuk ke x-ray machine. jika sudah selesai maka kita bisa lanyut masuk ke ruang tunggu bandara for the next step level captain. Yang perlu diperhatikan di sini adalah gate nomor berapa yang akan dituju. Kita tahunya dari tiket boarding kita. nanti akan tertertulis "Gate : X". Nah kita samperin tuh gate-nya. kalaupun nanti ada perubahan akan diumumkan.
Terakhir siapkan boarding pass dan kartu identitas kita untuk memasuki pesawat jika gatenya sudah dibuka dan dipersilahkan untuk boarding ke pesawat.
Kura-kura begitu untuk pengalamannya. Next saiia gantian akan cerita tentang naik kereta yaaaaa... yuuukss. 🙇🙇
Membasmi Yang Jahat dari Kacamata Baptis?
was posted in theodoruseko at 11/07/14 21.11
Kembali saya melihat dunia ini, segala sesuatunya. Yang saya renungkan adalah Ia yang hatinya selalu bergetar bagi yang Ia kasihi, mereka yang hidup, kita manusia ciptaannya.
Saya membayangkan bahwa menghormati orang lain sebagaimana kita menghormati Ia yang telah mengutus Putranya untuk mewartakan kabar kebenaran kepada kita. Bukan semata-mata kita mengagungkan manusia yang mempunyai jabatan, tetapi Allah lah yang utama. Seperti sabda Yesus yang tersurat ".... sebagaimana Ia yang telah mengutus Aku".
Sanggupkah aku membasmi iblis seperti malaikat dengan konsekuenitas atas janji baptisku?, akankah aku berani menerima kebenaran itu?
Bersyukur dalam perkara yang sepele
was posted in theodoruseko blogspot at 12/07/14 19.51
Kali ini memang beda. Salah satu teman bapak dateng ke rumah. Dulu teman waktu di asrama. Kaya tapi baik orangnya.
Akhirnya ngajak sekeluarga buat makan bareng di luar. Ada satu kejadian yang aku liat di sini. Ketika itu kita makan bareng. Ada bapak-bapak tua datang ke warung tempat kami makan. Rupanya ia jualan tape singkong. Lalu bapak ini mengeluh kepada orang lain katanya, "belum laku gan". Akhirnya tergeraklah teman bapak saya untuk membeli tape itu.
Hal biasa memang. Tapi ketika dilihat dari kacamata kehidupan, it's amazing!. Ok mari kita liat. Tinggalkan kehidupan enak kita sebentar, coba menjadi bapak itu. Ia tua, hanya penjual tape keliling. Tape yang nota bene ga banyak orang suka. Padahal kebutuhan hidup itu besar. Mereka harus berjuang untuk hidup, sedang kita di sini enak, itu aja masih kurang.
Ada banyak orang seperti itu. Mereka memperjuangkan hidup dengan keras. It's ok jika mereka hidup sendiri. Tetapi yang bikin aku miris adalah ketika mereka harus bilang... "hari ini anakku makan apa ya?" Atau "nanti istri dan anak-anakku makan apa?"... hidup harus tetap dijalani...
Hanya saja dalam tulisan ini aku bertanya dalam hidupku, bukankah banyak yang berjuang hidup dalam kekurangan sedang aku bisa merasakan nikmatnya makan pizza, Mie ramen, atau sekedar es krim coklat.. disana masih banyak yang ga bisa nikmatin seperti itu.
Adakah rasa syukur dalam hidupku atas apa yang aku miliki?
Path Of Samurai
Udawa Gita
Inilah penjelasan yang luar biasa dari -Nya :
______
Sejak masa kanak-kanaknya, Uddhava selalu bersama Sri Krishna, Mengemudikan kereta untuk- Nya dan melayani-Nya dalam berbagai macam cara. Ia tidak pernah menginginkan ataupun meminta karunia apapun dari Sri Krishna.
Ketika Sri Krishna telah berada pada akhir dari saat-saat penyelesaian dalam masa kemunculan-Nya,
Ia memanggil Uddhava dan berkata,
“ Uddhava yang baik, dalam masa kemunculan-Ku ini, banyak orang yang telah meminta dan mendapat karunia dari-Ku; tapi kamu tidak pernah memohon apapun pada-Ku.
Kenapa kamu tidak meminta sesuatu sekarang?
Aku akan mengabulkannya. Biarkan Aku menyelesaikan kemunculan ini dengan rasa puas karena telah melakukan sesuatu yang baik buat kamu juga.”
Meskipun Uddhava tidak pernah memohon apapun untuk dirinya sendiri, ia telah selalu mengamati Krishna sejak dari masa kanak-kanakNya. Ia selalu heran akan betapa jelasnya ketidaksinkronan antara ajaran Sri Krishna dengan kegiatan-kegiatan-Nya, dan ia ingin memahami alasan-alasan dari hal itu. Ia bertanya kepada Sri Krishna,
“ Tuhanku, Engkau mengajarkan kami untuk hidup dengan suatu cara tertentu, namun Engkau sendiri hidup dengan cara lain. Dalam drama Mahabharata, di dalam peran yang Engkau mainkan, di dalam kegiatan-kegiatan-Mu, sangat banyak hal yang tidak aku pahami. Aku sangat ingin mengerti alasan-alasan untuk setiap tindakanMu. Berkenankah Engkau memenuhi rasa ingin tahuku?
Krishna berkata,
“ Uddhava, apa yang aku wejangkan pada Arjuna selama perang Kurukshetra adalah Bhagavad Gita.
Hari ini, jawaban-jawaban-Ku atas pertanyaanmu pada-Ku akan dikenal sebagai
‘Uddhava Gita’.
Itulah sebabnya Aku memberikan kesempatan ini kepadamu. Silakan bertanya tanpa ada rasa ragu.”
Uddhava mulai bertanya
– ‘Krishna, pertama-tama, siapakah yang disebut sebagai teman sejati?’
- Krishna menjawab, ‘Teman sejati adalah seseorang yang datang menolong temannya yang sedang membutuhkan pertolongan tanpa dipanggil terlebih dahulu.’
Uddhava :
‘Sri Krishna, Engkau adalah teman yang sangat dekat bagi para Pandava. Mereka mempercayai-Mu sepenuhnya sebagai Apadhbhandava
(pelindung dari segala kesulitan).
Sri Krishna, Engkau tidak saja hanya mengetahui apa yang sedang terjadi, namun Engkau juga mengetahui apa yang akan terjadi. Engkau adalah Jnani yang agung. Saat ini, Engkau baru saja memberikan definisi dari teman yang sejati. Lalu mengapa Engkau tidak bertindak sebagaimana yang Engkau jelaskan dalam definisi tersebut. Mengapa Engkau tidak menghentikan Dharmaraja (Yudhistira) dari permainan judi?
Ok, jika Engkau tidak melakukan hal itu; tapi mengapa Engkau tidak mengatur agar keberuntungan berada di sisi Dharmaraja,
dengan mana Engkau akan memastikan bahwa dharma akan menang. Engkau tidak melakukan hal itu juga. Paling tidak Engkau dapat menyelamatkan Dharmaraja dengan menghentikan permainan sesudah ia kehilangan seluruh kekayaannya, negaranya dan dirinya sendiri. Engkau dapat membebaskannya dari hukuman akibat bermain judi. Atau, Engkau dapat masuk ke ruang pertemuan tersebut saat ia akan mulai mempertaruhkan saudara-saudaranya. Namun Engkau tetap tidak melakukan hal itu juga. Paling tidak, saat Duryodhana membujuk
Dharmaraja dengan menawarkan untuk mengembalikan semua kekalahannya bila ia mau mempertaruhkan Draupadi (yang selalu membawa keberuntungan bagi para Pandava),
Engkau dapat ikut turun tangan dan dengan kekuatan illahi- Mu Engkau dapat membuat dadu-dadu itu berguling sedemikian rupa sehingga menguntungkan Dharmaraja.
Sebaliknya, Engkau hanya turun tangan saat Draupadi hampir kehilangan kehormatannya dan sekarang Engkau menyatakan bahwa Engkau telah memberinya baju dan menyelamatkan kehormatannya; bagaimana Engkau bisa menyatakan hal seperti itu – sesudah ia diseret ke ruang pertemuan oleh seorang pria dan dilucuti pakaiannya di depan begitu banyak orang, kehormatan bagaimana yang tersisa bagi seorang wanita?
Apa yang telah Engkau selamatkan?
Hanya pada saat engkau menolong orang pada saat kritislah, pantaskah Engkau disebut ‘Apadhbhandava’, jika Engkau tidak menyelamatkannya di saat kritis, apa gunanya?
Inikah yang disebut Dharma?’
( Sambil menyampaikan pertanyaaan-pertanyaan tersebut, air mata mulai mengalir deras dari mata Uddhava.Ini bukanlah pertanyaan-pertanyaan dari Uddhava sendiri saja. Semua dari kita yang telah membaca Mahabharata memiliki pertanyaan-pertanyaan ini. Atas nama kitalah, Uddhava telah mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini kepada Sri Krishna)
Bhagavan Sri Krishna tertawa.
‘Uddhava yang baik, hukum dari dunia ini adalah : ‘hanya orang yang memiliki Viveka (kecerdasan melalui pembedaan/pemilihan) yang menang’ .
Duryodhana saat itu memiliki Viveka, sedangkan Dharmaraja hanya memiliki sedikit saja. Itulah sebabnya Dharmaraja kalah.’
( Uddhava limbung dan bingung. Krishna melanjutkan)
‘Waktu Duryodhana memiliki banyak uang dan kekayaan untuk bermain judi, ia tidak tahu caranya main dadu. Itu sebabnya ia menggunakan pamannya Shakuni untuk bermain ketika ia bertaruh. Itulah Viveka. Dharmaraja juga bisa berpikir seperti itu dan meminta-Ku, sepupunya, untuk bermain atas namanya.
Jika Shakuni dan Aku bermain dadu, menurutmu siapakah yang akan menang?
Dapatkah ia memunculkan angka yang aku sebut atau akankah Aku memunculkan angka yang ia minta? Lupakan ini. Aku bisa memaafkan kenyataan bahwa Dharmaraja lupa melibatkan-Ku dalam permainan dadu ini.
Namun, tanpa Viveka, ia melakukan kesalahan lagi.
Ia berdoa agar Aku tidak datang ke ruang pertemuan karena ia tidak ingin Aku tahu bahwa nasib buruknya telah membuatnya dipaksa untuk main dadu.
Ia mengikat-Ku dengan doanya dan tidak mengijinkan Aku untuk masuk ke ruang pertemuan; padahal Aku sedang berada di sisi luar ruang tersebut, menunggu seseorang memanggilku melalui doa mereka.
Bahkan ketika Bheema, Arjuna, Nakula dan Sahadeva telah kalah dipertaruhkan, mereka hanya mengutuk Duryodhana dan merenungkan nasib mereka saja; mereka lupa memanggil-Ku.
Bahkan Draupadi tidak memanggil-Ku saat Dusshasana menjambak rambutnya dan menyeretnya untuk memenuhi perintah kakaknya.
Draupadi juga berdebat di dalam ruang pertemuan sebatas kemampuannya.
Ia tidak pernah memanggil-Ku.
Akhirnya akal sehat muncul; saat Dusshasana mulai melucuti pakaiannya, ia berhenti bertahan melalui kekuatannya sendiri dan mulai berseru
‘Hari, Hari, Abhayam Krishna, Abhayam’ dan mulai berseru memanggil-Ku. Hanya pada saat itulah aku punya kesempatan untuk menyelamatkan kehormatannya.
Aku menuju padanya sesegera mungkin setelah Aku dipanggil.
Aku menyelamatkan kehormatannya.
Apa kesalahanKu dalam situasi seperti itu?
‘Penjelasan yang luar biasa Kanha (Krishna), Aku terkesan sekali. Namun bagaimanapun aku tidak bisa diperdaya. Bolehkah aku mengajukan pertanyaan lain’, kata Uddhava.
Krishna memberinya ijin untuk melanjutkan pertanyaannya.
‘Apakah itu berarti Engkau hanya akan datang bila dipanggil?
Apakah Engkau tidak akan datang atas kehendak-Mu sendiri untuk menolong orang di saat kritis, untuk menegakkan keadilan? tanya Uddhava.
Krishna tersenyum, ‘Uddhava, dalam hidup ini kehidupan semua orang berlangsung berdasarkan atas Karma mereka masing-masing. Aku tidak melakukan itu; Aku juga tidak ikut campur dalam hal itu. Aku hanyalah seorang ‘saksi’. Aku berdiri di sebelahmu dan mengamati apapun yang sedang terjadi. Itulah Dharma Tuhan.’
‘Wow, bagus sekali Sri Krishna. Dalam hal ini, Engkau akan berdiri dekat kami, mengamati semua tindakan jahat kami; pada saat kami terus menerus melakukan kegiatan dosa, Engkau akan terus mengamati kami. Engkau ingin kami melakukan lebih banyak kesalahan, mengumpulkan dosa dan penderitaan,’ kata Uddhava.
Sri Krishna berkata,
‘Uddhava, mohon sadarilah arti sebenarnya dari ucapanmu. Jika kamu memahami dan menyadari bahwa ketika Aku berdiri sebagai saksi di sebelahmu, bagaimana mungkin kamu akan melakukan kegiatan yang salah atau buruk. Kamu melupakan hal ini dan menganggap dirimu mampu melakukan hal-hal tersebut tanpa sepengetahuan-Ku. Itulah yang terjadi saat kamu masuk dalam suatu masalah. Kebodohan Dharmaraja adalah bahwa ia menganggap ia dapat bermain judi tanpa sepengetahuan-Ku.
Jika saja saat itu Dharmaraja menyadari bahwa Aku selalu hadir bersama setiap orang sebagai ‘Sakshi’ (saksi), tentunya permainannya akan berakhir lain, kan?’
Uddhava sangat terpesona dan diliputi oleh rasa bhakti yang melimpah. Ia berkata,
’ Sungguh suatu filsafat yang sangat luar biasa. Alangkah benarnya!
Bahkan berdoa dan melakukan puja pada Tuhan serta memanggil-Nya untuk mohon pertolongan semuanya bukanlah apa-apa dan tidak lain dan tidak bukan adalah rasa serta keyakinan kita.
Begitu kita mulai yakin bahwa tiada sesuatu apapun bergerak tanpa-Nya, bagaimana kita bisa tidak merasakan kehadiranNya sebagai saksi?
Bagaimana kita bisa melupakan kenyataan ini dan bertindak tanpa-Nya?
Melalui Bhagavad Gita, inilah filsafat yang Sri Krishna tanamkan pada Arjuna.
Ia adalah kusir kereta dan juga pemandu jalan bagi Arjuna, namun Ia sendiri tidak ikut berperang.”
– Sadarilah Saksi Yang Utama yang ada di dalam dirimu dan sekaligus meliputi dirimu di luar!
Dan leburlah dalam kesadaran Ketuhanan itu!
Temukanlah Dirimu yang sejati – Kesadaran Murni Utama yang penuh Cinta Kasih dan Kebahagiaan!
– Tat Tvam Asi!
Radhe - Krishna